Tradisi dan sejarah masjid Al-hidayah

Tradisi dan Sejarah Masjid Al-Hidayah

Nama:Hafilda Khoirun Nisa.
Kelas:PBS 1B.
NIM:175231075.
    Masjid Al-Hidayah merupakan masjid terbesar di Desa Manjung, Kecamatan Sawit  kabupaten Boyolali. Sehingga saya tertarik untuk mencari tahu sejarah dan kegiatan di masjid Al-Hidayah.
    Untuk mengetahui sejarah dan tradisi yang ada di masjid Al-Hidayah,saya mewawancarai bapak Marjuki dan bapak Mudiyono. Karena bapak Marjuki mengetahui sejarah masjid Al-hidayah sejak berdiri sampai sekarang. Sedangkan bapak Mudiyono pernah menjadi pengurus Masjid Al-Hidayah.
     Di masjid Al-Hidayah pada zaman dahulu terdapat tradisi kondangan yang berisi nasi,jajan pasar,apem,kolak pisang dan ketan,sayur-sayuran, dan ayam ingkung namun sekarang tidak lagi ada dan digantikan dengan pengumpulan sembako yang nantinya akan di bagikan kepada masyarakat. Kegiatan ini bermula karena ada salah satu warga desa yang hidup sebatang kara dan buta,beliau tidak bisa membuat nasi kondangan seperti yang lainnya. Sehingga beliau memberikan sembako sebagai gantinya.
1.Sejarah masjid Al-Hidayah.
      Masjid Al-Hidayah berdiri pada tahun 1996, awalnya berupa langgar dengan ukuran 5 x 5 meter yang berbentuk persegi dan berdiri di tanah kas yang berada di tengah dukuh Sidodadi Rt 08 Rw 02,Manjung,Sawit,Boyolali. Langgar tersebut berdiri pada tahun 1966. Pada tahun 1972,langgar yang berada di tengah dukuh Sidodadi tersebut dibongkar dan dipindahkan di sebelah utara dukuh (pinggir dukuh) dikarenakan lokasi tersebut sangat strategis. Langgar tersebut berpindah lokasi dan berubah menjadi mushola dengan ukuran 7 x 7 meter yang berbentuk persegi pula. 
      Pada awal tahun 1994,takmir dan pengurus mushola lainnya mengadakan rapat perencanaan pelebaran mushola. Masyarakat yang dipimpin takmir masjid setelah mengadakan rapat mulai mencari dana untuk pelebaran langgar tersebut. Setelah melakukan rapat  berkali-kali dan dana yang terkumpul untuk pembangunan mushola sudah cukup banyak,pada pertengahan tahun 1994 dimulai pembangunan. Namun lokasi mushola berpindah,karena ada tawaran dari pemerintah desa bahwa mushola tersebut lebih baik dipindah kesebelah barat bangunan lama.
     Mushola yang lama dibongkar dan dibangunlah mushola baru dengan ukuran 11 x 11 meter.  Pada pertengahan tahun 1996 pembangunan mushola sudah selesai dan bisa ditempati untuk sholat. Karena bangunan yang cukup luas dan perkembangan jamaah cukup pesat,mushola tersebut kemudian dijadikan masjid dengan nama masjid Al-Hidayah dan mulai digunakan untuk sholat jum’at.
2.Makna dan devinisi langgar.
     Langgar merupakan tempat atau rumah kecil menyerupai masjid yang digunakan untuk sholat, mengaji dan berdo'a bagi umat islam.  Bangunan langgar sama dengan masjid, hanya saja ukuran langgar lebih kecil dari pada masjid.  Langgar juga memiliki fungsi yang sama dengan masjid, akan tetapi langgar hanya digunakan untuk sholat wajib saja tidak digunakan untuk sholat jum'at.
3.Perkembangan masjid Al-Hidayah.
A.Segi bangunan.
     Awal berdirinya masjid Al-Hidayah, bangunan masjid hanya berbentuk persegi , belum ada teras dan belum ada serambinya dan cat tembok masjid berwarna biru laut. Lantai masjid Al-Hidayah juga masih berupa ubin. Alas untuk sholat juga masih berupa tikar pandan. Tempat wudhu masjid Al-Hidayah juga masih sederhana,berupa gentong-gentong kecil yang tertata rapi di pinggir sumur.
    Sekarang ini,dibuatkan tempat wudhu yang bagus menggunakan kran yang sumber airnya dari sumur dan dialirkan menggunakan pralon. Tempat wudhu yang baru juga sudah berlantai keramik dan terpisah antara tempat wudhu perempuan dan tempat wudhu laki-laki. Cat tembok masjid juga sudah diganti dua kali. Yang pertama  diganti warna hijau muda dan sekarang berwarna hijau telor bebek.
     Halaman masjid awalnya terlihat kotor karena bekas mushola lama digunakan untuk membuat kolam ikan yang sangat luas dan mengelilingi masjid. Bermacam-macam ikan dibudidayakan di kolam tersebut dan di tepi-tepi kolam terdapat pohon talas dan pohon pisang. Karena masjid bertempat di pinggir desa,sehingga tampak sunyi jika setelah sholat isya’. Hanya ada suara kodok yang terdengar di tempat itu.
    Namun seiring berjalannya waktu, kolam-kolam tersebut ditimbun dan dibangun gedung pertemuan haji di pojok halaman masjid. Setelah berdiri gedung pertemuan haji,wajah halaman masjid sudah berbeda. Tidak lagi sunyi dan kotor,namun semakin indah dan bersih. Setelah terbangun gedung pertemuan haji,para perkumpulan haji kecamatan sawit juga membangun panti asuhan yatim piatu yang berada di sebelah selatan masjid. Sehingga masjid Al-Hidayah semakin indah dan ramai.
    Di depan masjid juga ditanami pepohonan yang rindang dan di sebelah utara masjid terdapat taman agar halaman masjid tidak terlihat gersang. Selain itu masjid juga dipasangi pagar besi mengelilingi masjid.
B.Segi jamaah.
     Saat masih berupa langgar, jumlah jamaahnya kurang lebih 10 orang yang terdiri dari 6 orang laki-laki  dan 4 orang perempuan. Rata-rata orang yang pergi ke langgar adalah orang-orang dukuh sidodadi yang bertempat tinggal di pimggiran sungai. Jumlah jamaah tersebut masih sangat sedikit dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai agama, kesadaran akan kewajiban sholat masih sangat minim dan pada saat itu masih jarang sekali tokoh-tokoh agama yang dapat menjadi penegak kemakmuran langgar.
     Setelah langgar dipindahkan di utara desa (pinggir desa),jamaah semakin bertambah banyak. Jamaah sholat wajib maghrib dan isya’ di masjid Al-hidayah sekarang ini sudah banyak. Terdapat 3 shaf jamaah laki-laki dan 2 shaf jamaah perempuan, yang setiap shaf kurang lebih berisi 23 orang. Bahkan tahun 2002 masjid Al-Hidayah mulai digunakan sholat idul fitri dan idul adha masyarakat desa Manjung dari Rt 01 sampai dengan Rt 10. Karena halamannya luas dan terdapat gedung pertemuan yang luas di halaman masjid yang dapat digunakan untuk sholat juga.
4.Tradisi yang ada di masjid.
     Di masjid Al-Hidayah terdapat tradisi kondangan. Setiap peringatan hari besar islam,masyarakat desa membuat nasi kondangan untuk dibawa ke halaman masjid dan masyarakat berkumpul di halaman masjid membawa nasi kondangan tersebut dan melakukan do’a bersama untuk keselamatan. Setelah nasi kondangan itu di do’akan,nasi kondangan tersebut lalu di bagikan kepada masyarakat dan dimakan bersama.
     Kondangan semacam ini biasanya dilaksanakan setiap perayaan hari besar islam,setelah sholat idul fitri,dan setelah sholat idul adha. Namun sekarang kegiatan tersebut sudah tidak dilakukan lagi di masjid Al-Hidayah karena anggotanya sudah tidak banyak lagi. Hanya orang-orang tua yang masih percaya dengan kegiatan itu, setelah anggota kegiatan kondangan hanya sedikit,lalu  kondangan dilakukakan dirumah salah seorang anggota yang mengikuti kondangan.
     Kondangan memperingati hari kematian dulunya menggunakan ingkung ayam, sekarang sudah tidak lagi menggunakan ingkung ayam karena ingkung ayam haram untuk dimakan, karena menyembelih ayam atas nama berhala itu haram. Sekarang ingkung ayam digantikan dengan ayam goreng dan bahkan ada yang membagikan kondangan yang berupa sembako ataupun nasi kotak.
     Kondangan dengan membagikan sembako atau nasi kotak ini idenya berawal dari seseorang yang hidup sebatang kara dan beliau buta. Beliau ingin mengadakan kondangan memperingati hari kematian suaminya tetapi beliau tidak ingin merepotkan banyak orang. Sehingga beliau meminta keponakannya untuk membelikan sembako dan membagikannya kepada masyarakat di sekitar rumahnya.
     Akan tetapi,orang-orang tua tidak bisa menerima begitu saja adat-adat terdahulu mulai punah. Namun karena jumlah orang tua dengan orang muda yang sudah tahu ilmu agama lebih banyak orang mudanya. Maka orang-orang tua kalah dan mulai bisa terima dan mengikuti adat yang benar.
5.Aliran masjid al-hidayah.
     Masjid Al-Hidayah adalah masjid yang aliran agamanya lebih condong pada aliran Muhamadiyah.hal ini terjadi karena takmir dan pengurus-pengurus masjid banyak yang berasal dari tokoh-tokoh pemuka aliran Muhamadiyah. Sehingga masyarakat dan jamaah masjid al-hidayah mengikuti aliran arus yang ada.
6.Hubungan masjid al-hidayah dengan mushola daerah setempat.
     Setelah jamaah di masjid Al-Hidayah bertambah banyak dan jumlah penduduk sidodadi yang lebih dari 150 orang, maka jika hanya ada satu masjid saja dirasa kurang. Sehingga  sangat dibutuhkan tempat ibadah baru.  Salah seorang warga dukuh sidodadi Rt 08/02 yang bertempat tinggal di perbatasan dukuh yang jauh dari masjid al-hidayah mewakafkan tanahnya dan membentuk panitia untuk mencari dana yang akan digunakan untuk  membangun mushola di tanahnya. Karena orang orang perbatasan dukuh jika mau sholat berjamaah ke masjid al-hidayah jaraknya terlalu jauh di masa sekarang ini.
     Akhirnya setelah terbentuk panitia dan sudah terkumpul dana yang cukup,terbangunlah mushola dengan ukuran 4 x 5 meter yang bernama mushola Baiturrohman. Awal berdirinya mushola,banyak pro dan kontra dari masyarakat setempat. Mereka berfikir jika ada mushola itu akan mengurangi jamaah yang ada di masjid al-hidayah dan memecah kegiatan-kegiatan masjid.Namun,mushola tersebut hanya digunakan untuk sholat berjamaah pada waktu sholat wajib saja,untuk sholat jum’at dan kegiatan yang lain yang dulunya dilakukan di masjid al-hidayah akan tetap dilakukan di masjid al-hidayah.
     Kepengurusan mushola juga tidak melibatkan pengurus-pengurus masjid Al-Hidayah. Sehingga tidak merubah ketentuan yang ada di masjid Al-Hidayah.
7.Awal  kegiatan di masjid al-hidayah.
     Pada tahun 1980 mulai terbentuk remaja-remaja mushola. Remaja-remaja mushola berinisiatif  mengadakan pengajian dengan mendatangkan ustad sebagai pengajar, meskipun ustadnya  hanya berasal  dari wilayah setempat yang berbeda RT dan dibantu tokoh agama di dukuh setempat. Namun usaha remaja mushola dapat terlaksana dengan baik, pengajian diadakan setiap hari selasa dan kamis setelah sholat ashar sampai jam 5 dan setiap malam minggu sehabis sholat magrib sampai sholat isak kemudian sholat isak berjamaah di mushola dan dilanjutkan pengajian sampai jam setengah 9 malam.
     Setelah berubah menjadi masjid Al-Hidayah, terbentuk kembali remaja masjid yang baru. Yaitu generasi yang lebih muda,dengan selisih usia 4 sampai 5 tahun. Remaja masjid yang baru mengadakan TPA anak-anak,mengadakan kegiatan pengajian ahad pagi,membentuk kelompok rebana,dan mengadakan kegiatan kajian Al-Qur’an bersama. Untuk mempermudah mengkoordinasi setiap kegiatan, remaja masjid juga membentuk struktur kepemimpinan yang akan ganti setiap tahunnya.
8.Kemunduran kegiatan masjid Al-Hidayah.
      Kegiatan-kegiatan remaja masjid dan kepemimpinan remaja masjid hanya berjalan selama 5 periode (5 tahun). Hal ini terjadi karena generasi selanjutnya yang akan melanjutkan kepemimpinan masih terlalu kecil dan generasi yang terdahulu kebanyakan pada merantau ke jakarta. Sehingga kegiatan remaja masjid dan kegiatan TPA sudah tidak lagi berjalan dengan baik. Lama-kelamaan kegiatan remaja masjid dan kegiatan TPA sudah tidak lagi ada.
9.Bangkitnya kegiatan masjid Al-Hidayah.
     Pada tahun 2008,kepengurusan masjid Al-Hidayah berganti. Pengurus masjid Al-Hidayah yang baru mulai mengaktifkan kembali kegiatan TPA. TPA dilaksanakan setiap hari selasa,jum’at,dan minggu. Anak-anak TPA awalnya di bimbing oleh pengurus masjid dan ibu-ibu rumah tangga yang memiliki ilmu agama yang tinggi.  Selain itu,panti asuhan yatim piatu yang berada di sebelah masjid Al-Hidayah juga digunakan untuk TPA yang dipimpin oleh pengurus panti asuhan yatim piatu kecamatan sawit. TPA di panti asuhan dilaksanakan setiap hari senin dan kamis.
     Setelah kedua TPA tersebut berjalan, akhirnya  pengurus masjid yang baru  bekerja sama dengan kepengurusan panti asuhan.Setelah berjalan selama beberapa tahun, terbentuk kembali remaja masjid yang anggotanya bercampur dengan anak-anak panti asuhan dan dibimbingan ustad yang ada di panti asuhan dan TPA di masjid Al-Hidayah menjadi satu dengan TPA panti asuhan. Hari pelaksanaan TPA tidak lagi dipisah. 
10.Keberhasilan kegiatan masjid Al-Hidayah.
     Kegiatan TPA di masjid al-hidayah sekarang ini bisa dibilang sudah maju dan modern setelah kepengurusannya berganti dan kepengurusannya bekerja sama dengan pengurus dan ustad yang ada di panti asuhan. Metode pembelajaran TPA masjid Al-Hidayah juga sudah modern,tidak monoton seperti metode pembelajaran yang terdahulu.
     Metode pembelajaran TPA masjid al-hidayah yang terdahulu, pembelajaran dasarnya menggunakan iqro’,juz ‘amma dan baru menggunakan al-qur’an jika sudah lancar dan telah dianggap lulus dari tingkatan-tingkatan iqro’. Metode pembelajaran seperti ini tidak mempercepat anak-anak untuk dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan dengan tajwid yang benar.
     Tetapi sekarang ini metode pembelajarnnya sudah modern , sekarang  pembelajaran dasarnya menggunakan sakifah dan setelah selesai sakifah terus lanjut ke al-qur’an. Sakifah adalah metode praktis pembelajaran Al-Qur’an. Sakifah disusun oleh Ustadz Umar Taqwiim. Dengan metode pembelajaran seperti ini, dalam waktu 7 jam bisa baca Al-Qur’an. Berbeda dengan iqro’ yang bertahap 6 tingkatan. Sakifah lebih ditekankan untuk kalangan dewasa yang belum bisa baca Al-Qur’an. Metode pembelajaran dengan menggunakan sakifah membuat anak-anak lebih cepat bisa membaca al-qur’an dengan lancar dan dengan tajwid yang benar.
     Selain mengaji,TPA di masjid al-hidayah sekarang ini juga diajarkan bahasa arab,mempelajari hadis-hadis dan diberikan wawasan keagamaan melalui tayangan film. Sehingga anak-anak TPA tidak merasa bosan dengan kegiatan TPA. Berbeda dengan TPA zaman dahulu, dulu kegiatannya hanya mengaji,menghafal surat-surat pendek dan diberikan tausiyah oleh ustadnya. Sehingga kegiatan TPA hanya monoton dan membosankan.
     Untuk mempermudah pembelajaran dan agar yang diajarkan tepat sasaran,pengurus TPA mengelompokkan anak-anak TPA menjadi beberapa kelompok.
1. Kelompok TKA yang terdiri dari anak-anak yang belum mengenal huruf hijaiyah. Karena tujuan kelompok ini adalah memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah,anggotanya berjumlah 12 orang. Yang kegiatan TPAnya bertempat di teras masjid al-hidayah.
2. Kelompok TPA yang terdiri dari anak-anak yang berusia 4 tahun sampai 8 tahun. Pada kelompok ini menggunakan metode pembelajaran sakifah,anggotanya berjumlah 22 orang dan bertempat di teras masjid juga.
3. Kelompok TPAL yang terdiri dari anak-anak yang berusia 9 tahun sampai 11 tahun. Kelompok ini membaca al-qur’an dan memperlancar bacaannya sesuai dengan tajwid,anggotanya berjumlah 18 orang. Kegiatannya bertempat di ruang TPA belakang masjid (tempat TPA yang asli).
4. Kelompok TQA yang terdiri dari remaja-remaja masjid yang berusia 13 tahun sampai 16 tahun. Kelompok ini mempelajari ilmu-ilmu agama yang lebih mendalam,anggotanya berjumlah 8 orang. Kegiatannya bertempat di salah satu ruangan di panti asuhan yatim piatu.
     Sedangkan remaja masjid yang berusia 17 tahun sampai 20 tahun yang dianggap bisa dan mampu mengajarkan ilmu yang telah mereka dapat sebelumnya,diberikan tanggung jawab untuk mengajar kelompok TKA sampai kelompok TPAL. Sedangkan kelompok TQA diajar oleh ustad/ustadzah yang mengelola panti asuhan.
Dengan mengelompokkan sesuai kemampuan, kegiatan TPA dapat berjalan dengan baik dan maju. Kualitas anak-anak dan wawan anak-anak mengenai keagamaan juga sudah semakin baik. Bahkan pada bulan ramadhan tahun 2017 ini remaja masjid al-hidayah mampu mengadakan kegiatan lomba-lomba dengan hadiah yang menarik dan uang tunai yang cukup banyak yang bisa membuat anak anak lebih semangat belajar ilmu agama. Lomba-lombanya antara lain, lomba tilawah,lomba hafalan al-qur’an dan pidato.
      Anak-anak TPA juga berhasil memenangkan lomba di acara “ kampoeng santri” yang diselenggarakan di masjid desa cepoko sawit yang diikuti TPA se kabupaten Boyolali. TPA masjid Al-Hidayah berhasil membawa 4 piala. 3 piala juara 1 dan 1 piala juara 3. Pada malam takbir hari raya Idul Fitri tahun 2017, remaja masjid berhasil   mengadakan kegiatan takbir keliling yang diikuti oleh TPA se desa manjung. Kegiatan-kegiatan itu adalah bukti bahwa remaja masjid aktif dan saling kerja sama.
Refleksi.
     Agama islam masuk dan berkembang di Indonesia, khususnya di pulau jawa dikembangkan oleh wali songo. Wali songo menyebarkan agama islam di pulau jawa dengan tidak menghilangkan tradisi-tradisi agama Hindu Budha. Karena pada saat itu orang-orang di pulau jawa mayoritas beragama Hindu Budha. Wali songo mendakwahkan agama islam dengan mencampur tradisi Hindu Budha dan memberikan sedikit-sedikit pengetahuan tentang agama yang benar. Dengan melalui tradisi Hindu Budha,orang-orang di pulau jawa mulai masuk agama islam.
      Wali songo menggunakan tradisi-tradisi Hindu Budha supaya orang-orang tertarik dan masuk islam. Namun,sekarang ini tradisi-tradisi tersebut dianggap sakral. Karena pemahaman orang-orang terdahulu jika yang dilakukan wali songo itu juga harus dilakukan oleh masyarakat. Hal ini yang membuat kesucian agama islam rusak dan bercampur dengan kemusyrikan.
     Seperti kondangan,wali songo sebenarnya mengajarkan untuk bersedekah melalui kondangan itu. Akan tetapi, orang-orang salah dalam pemahaman. Mereka beranggapan kalau kondangan adalah suatu hal yang wajib dilaksanakan saat memiliki hajat tertentu. Karena penyempurnaan agama islam belum 100% dan wali songo sudah wafat,maka kita harus belajar lebih dalam ilmu agama dengan mengadakan kajian-kajian al-Qur’an agar kita tau agama islam yang benar.
     Dengan adanya masjid Al-Hidayah ini,semoga agama islam dapat sempurna di Sidodadi. Tradisi-tradisi yang menyimpang agama dapat hilang dan pengetahuan agama masyarakat semakin bertambah melalui dakwah setiap pengajian ahad pagi.

Komentar